polaslot138
polaslot138
polaslot138
polaslot138
maxwin138
maxwin138
maxwin138
maxwin138
maxwin138
maxwin138
maxwin138
maxwin138
maxwin138
epicwin138
epicwin138
epicwin138
Kasus Perdata Menjadi Pidana, Kuasa Hukum: Ada Dugaan Kriminalisasi - Kalteng.co
Blog

Kasus Perdata Menjadi Pidana, Kuasa Hukum: Ada Dugaan Kriminalisasi – Kalteng.co

PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Kasus perdata menjadi pidana dianggap kuasa hukum ada dugaan kriminalisasi. Kasus dugaan keterangan palsu yang menyeret nama H Bachtiar Rahman alias H Imron terkait jual beli dan sewa menyewa tanah masih terus bergulir.

Persidangan terkait dugaan tindak pidana itu kembali berlangsung dan digelar di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Kamis (31/8/2023). Pada sidang tersebut beragendakan putusan sela oleh majelis hakim.

Kuasa hukum H Imron, Sabri Noor Herman mengatakan, sidang yang berlangsung kemarin tersebut merupakan putusan sela oleh majelis hakim sesuai  eksepsi atau nota keberatan yang pihaknya ajukan sebelumnya.

“Kami menduga adanya kriminalisasi terhadap klien. Dimana dugaan kriminalisasi ini terasa sangat kuat sejak berlangsung dari proses tahapan penyidikan, pra penuntutan, dakwaan sampai tuntutan hukum,” katanya, Jumat (1/9/2023).

Menurutnya, dugaan ini berawal dari perkara ditangani Polsek Pahandut namun tidak bisa dilanjutkan, lalu naik ke Polresta Palangka Raya namun tidak bisa dilanjutkan juga. Terakhir kasus ini ditangani oleh Polda Kalteng sehingga perkara bisa naik status penyidikan dan ditetapkannya tersangka.

“Saat dilakukan penahanan di Rutan Mapolda Kalteng ini, klien kita tidak dibolehi menerima besukan dari anggota keluarganya dalam hal ini istri dan anaknya. Larangan menjenguk itu selama 28 hari,” paparnya.

Menurutnya, dari kejadian itu nampak seperti ada kejanggalan dalam perkara ini. Dimana terlihat seperti dipaksakan untuk naik dan terjadi penekanan terhadap klien kita.

Perkara ini sudah sangat jelas masuk dalam domain perkara perdata, yang dimulai dengan perjanjian antara kliennya dengan saksi korban pelapor dalam hal ini PT STP.

Dimana Bermula pada 14 Oktober 2019 terjadi kesepakatan sewa menyewa lahan antara H Imron dan PT STP dengan masa sewa selama 11 tahun. Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa itu, PT STP dinilai melanggar berbagai ketentuan yang diatur dalam perjanjian. Seperti pembayaran uang sewa lahan yang diterima H Imron selama ini hanya sebesar Rp300 juta untuk pembayaran tahun pertama dan kedua.

“Sedangkan pembayaran tahun ketiga sampai keenam dilakukan setelah H Imron melakukan pengurukan yang harus dilakukan 60 hari setelah akta perjanjian ditandatangani. Namun ternyata malah PT STP melakukan pengurukan sendiri tanpa koordinasi dengan H Imron,” bebernya.

Dijelaskannya, jika H Imron ini telah memberikan opsi penawaran untuk menjual objek sewa kepada PT STP, namun tawaran tidak ditanggapi atau ditolak. Karena tengah membutuhkan uang, H Imron lalu menjual lahan tersebut kepada pengusaha Tan Rika.

“Dalam hal ini H Imron merasa dizolimi, karena dilaporkan Pasal 266 KUHpidana tentang memberikan keterangan palsu. Padahal secara ril tidak ada yang dipalsukan. Secara hukum perdata bahkan jual beli tidak membatalkan sewa menyewa pada suatu objek,” tegasnya.

Seharusnya lanjut Sabri, jika PT STP merasa dirugikan atas dijualnya objek tanah yang disewa, maka seharusnya melakukan langkah hukum berupa gugatan perdata atas dasar wanprestasi atau ingkar janji dan menuntut ganti rugi, bukan ke ranah pidana.

“Penyidikan dari kepolisian juga kami nilai cacat hukum, karena penyidik Polda Kalteng tidak pernah memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kepada H Imron selaku terlapor,” pungkasnya. (oiq)

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *